Dewasa ini banyak orang menganggap dosa bukan sebagai persoalan yang serius. Istilah “dosa” bahkan sebisa mungkin dihindari supaya tidak menyinggung orang lain. Sebagai contoh, homoseksualitas disebut preferensi (pilihan), bukan penyimpangan, apalagi kesalahan. Murid yang sudah jelas-jelas nakal dan kurang ajar masih diberi label “kreatif” dan “unik”.

Jika kita mencermati apa yang ada dalam dunia, kita akan dipaksa untuk mengakui keseriusan dosa. Ada begitu banyak kejahatan yang sukar dipahami oleh pikiran. Nazi Jerman di bawah pimpinan Hitler yang membinasakan jutaan orang Yahudi (minimal 11 juta orang). Pembunuhan kejam dan massal selama kekuasaan komunis di Rusia di bawah Joseph Stalin (minimal 20 juta orang). Serangan teroris ke gedung WTC New York (peristiwa 9/11) yang menewaskan sedikitnya 3000 orang.

Pada tingkatan yang lebih kecil kita dengan mudah mendapatkan kabar tentang kejahatan yang tak terpikirkan. Seorang ibu membunuh darah dagingnya sendiri. Seorang anak membakar orang tuanya hidup-hidup. Seorang pelanggar seksual memutilasi korbannya.

Daftar ini tentu saja masih bisa diperpanjang. Inti yang ingin disampaikan adalah ini: dosa jauh lebih serius daripada yang kita pikirkan. Adalah naif untuk meremehkan dosa. Dari dahulu sampai sekarang dosa telah mengambil wujud yang benar-benar meresahkan dan mengerikan.

Itulah yang juga dilakukan oleh bangsa Amon. Sama seperti pelanggaran bangsa-bangsa lain di pasal 1-2, bangsa Amon juga tidak luput dari hukuman Allah. Kesalahan mereka sudah melampaui batas (ayat 13a “tiga…bahkan empat”). Bukan hanya dari sisi kuantitas (jumlah) tapi juga kualitas (tingkatan). Semua ini mengundang murka Allah atas mereka. Hukuman sudah dikumandangkan dan tidak akan dibatalkan (ayat 13b “Aku tidak akan menarik kembali keputusan-Ku”).

Artikel selengkapnya dapat dibaca di: http://rec.or.id/article_1007_Eksposisi-Amos-1:13-15